Gorontalo.WartaGlobal.id Pohuwato* – Tragedi kembali terjadi di tambang emas ilegal (PETI) wilayah Dengilo, tepatnya di Desa Popaya, Kabupaten Pohuwato. Seorang pekerja tambang dilaporkan tertimbun longsor sekitar pukul 08.00 WITA pagi ini dan kini tengah menjalani perawatan intensif di Puskesmas Dengilo, Minggu (1/6/25).
Namun lebih dari sekadar insiden kerja, tragedi ini kembali membuka luka lama: keterlibatan aparat dalam bisnis tambang ilegal.
Berdasarkan penelusuran Gorontalo.WartaGlobal.id kejadian nahas ini terjadi di lobang tambang milik salah satu oknum anggota kepolisian berinisial MB, yang saat ini bertugas di Polsek Patilanggio. Saat dikonfirmasi langsung, MB membenarkan bahwa insiden itu memang terjadi di lokasi yang ia kelola.
Tak hanya itu, alat berat yang beroperasi di lokasi juga diketahui milik oknum polisi lain berinisial TD. Sumber terpercaya Gorontalo.WartaGlobal.id menyebut, TD juga merupakan anggota aktif yang masih berdinas.
Fakta-fakta ini menambah daftar panjang dugaan keterlibatan aparat penegak hukum dalam praktik tambang ilegal yang telah berkali-kali menelan korban jiwa. Dan sekali lagi, publik dipertontonkan bagaimana hukum bisa dibungkam demi kepentingan pribadi berseragam.
Pantauan di lapangan menunjukkan, tidak ada garis polisi, tidak ada penyegelan, dan aktivitas tambang tetap berjalan seperti biasa. Seolah nyawa hanya angka statistik, dan tragedi hanya jeda sementara sebelum ekskavator kembali bekerja.
Warga sekitar pun tak lagi terkejut.
“Sudah biasa ada korban. Polisi tahu, pemerintah tahu. Tapi semua diam. Karena semua sudah kenyang,” kata salah satu warga dengan nada getir.
Tambang ilegal Dengilo adalah wajah paling telanjang dari kerusakan sistemik. Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, ini pengkhianatan terhadap rakyat.
persoalan ini bukan sekadar soal longsor. Ini soal hukum yang dijadikan alat mainan, aparat yang berubah jadi pengusaha, dan negara yang memilih diam saat rakyatnya terkubur hidup-hidup oleh ketamakan.
Gorontalo.Wartaglobal.id akan terus mengawal kasus ini. Dan kembali mengajukan pertanyaan mendasar: Sampai kapan nyawa rakyat dianggap tak penting? Dan siapa yang akan benar-benar bertanggung jawab di negeri yang terus memelihara pembiaran?
KALI DIBACA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar